Transkrip - Episode 4 - Desy Kristianti
Kiki (K): Halo halo semuanya, kita udah lama banget ya nggak bikin episode baru. Aku sama Galuh udah hampir dua bulan ya nggak bikin episode baru, sori banget. Karena bulan lalu kan sempet libur panjang untuk lebaran segala macem. Terus juga abis lebaran aku ada work week, terus Galuh juga pergi. Jadi hectic banget emang. Baru sempet bikin episode baru kali ini. Tapi tenang aja karena guest kita nggak kalah keren dari yang sebelum-sebelumnya. Galuh mau kenalin sedikit tentang guest kita hari ini nggak?
Galuh (G): Jadi guest kita hari ini… in aku ceritain dikit aja ya. Kita ada Desy Kristianti, seorang technology consultant di Deloitte. Kemudian Desy juga seorang public speaker dan banyak involved juga dalam bidang diversity. Kita bakal bahas ini semua jadi dengerin aja. Mungkin lebih lanjutnya Desy bisa perkenalin diri base-nya di mana, what do you do, kemudian aktif di kegiatan apa aja.
Desy (D): Halo semua, seneng banget udah diundang di podcast Teknologi Kartini. Ini merupakan sebuah kebanggaan sendiri. Aku dari Bekasi, Indonesia, pindah ke UK tahun 2012 untuk kuliah terus sekarang kerja di Belfast, Irlandia Utara.
K: Wah menarik banget ya, berarti udah lumayan lama ya di UK sana? Di British? Termasuk British kan ya?
D: Iya.
K: Sekarang kan di consulting ya berarti, kenapa sih tertarik ke dunia technology consulting? Kenapa bisa masuk ke industri itu?
D: Dulu pertama kali pergi ke sebuah meetup, terus ketemu seseorang yang kerjanya sebagai consultant. Dulu kan aku kuliahnya S2 computer science, jadi nyari kerjanya yang tipikal software engineer atau web developer. Tapi pas denger mengenai technology consulting kok kayanya seru juga, karena mereka kerjanya berdasarkan proyek dan untuk klien. Jadi setiap klien berbeda, setiap proyek berbeda, dan akan banyak opportunity untuk belajar hal-hal yang beda. Jadi itu yang menarik aku untuk coba daftar ke technology consulting dan lumayan enjoy kok so far, udah tiga tahun di Deloitte, jadi enjoy aja.
K: Itu kan berarti karena consultant dan banyak proyek yang dikerjain, itu kan tipenya berbagai macem ya. Tapi ada nggak sih teknologi tertentu yang Desy spesifik, misalnya kayak ini nih keahliannya Desy ngerjain yang ini aja?
D: Iya, jadi pas aku pertamanya mulai itu langsung ada rekomendasi dari beberapa manajer untuk ngambil training di teknologi yang namanya Dell Boomi. Itu adalah salah satu aplikasi untuk integration. Misalnya ada sebuah perusahaan yang punya berbagai macam aplikasi, misalnya aplikasi untuk order management, customer management, tapi kadang-kadang karena zaman sekarang banyak banget provider aplikasi, perusahaan tertarik untuk ngambil aplikasi macem-macem, dan kadang nggak kesambung. Padahal kalau misalnya ada order baru nih, kita harus connect ke customer database, product database, kadang employee database untuk ngasih tau siapa sih salesman nya siapa sih yang masukkin order ini. Nah itu kan berhubungan dengan tiga atau empat sistem. Nah gimana sih kita menyambungkan semua sistem itu. Jadi what I do is I build APIs untuk menyambungkan aplikasi-aplikasi ini. Does that make sense?
K: Kebayang kebayang. Terus so far proyek yang menurutmu paling menyenangkan dan paling ngebanggain selama ini proyek apa?
D: Ada beberapa sih. Dulu pernah ke Belgium. Karena klien lumayan jauh, kadang-kadang ke sana dari Senin sampai Kamis every week untuk beberapa bulan. Jadi lumayan seru sih jalan-jalan ke sana, gimana sih tinggal di Belgium, meskipun kita sebenernya nggak tinggal di sana kan kerja, tapi seru juga sih. Ada beberapa proyek yang seru sih, karena timnya seru, atau kayak banyak responsibility yang dipercayakan ke aku. I like that, I like it when people trust me to do something. Terus kalau misalnya kita bikin itu kita tau ini customer atau klien yang bakal menggunakan apa yang kita bikin dan ini bakal meng-impact sesuatu yang penting, I liked it.
K: Masih inget nggak salah satu proyek yang menurut kamu ini sangat impactful dan untuk kamu pribadi juga berkesan ngerjainnya? Kalo boleh di-share ya.
D: Ada sih salah satu klien yang sistem teknologinya masih kurang advanced, jadi mereka masih pake Excel file untuk naro beberapa informasi dan itu kadang-kadang masih harus di-print dan dikasih ke tim lain untuk diproses. Jadi kamu bisa bayangin kan, kalo misalnya dari kertas mau dimasukkin ke komputer mereka harus ketik ulang dan banyak error yang bisa tercapai. Karena kita udah bikin sistem yang otomatis, lumayan bangga sih untuk ngebayangin banyak banget error yang hopefully terhapuskan dan jauh lebih cepet dan jauh lebih efisien.
K: Jadi cari cara untuk automasi sistem juga ya biar mereka nggak ribet, biar lebih efisien.
D: Iya karena kadang banyak business logic juga, misalnya kalau customer-nya udah lama sama kita kita bakal kasih diskon ini, kalau *customer-*nya baru harganya sendiri. Nah itu kan kadang-kadang manual, mereka harus liat di tabelnya oh ini yang mana ya. Tapi kalau udah otomatis kan jauh lebih gampang dan cepet.
K: Kalo proyek yang paling susah dan paling menantang selama ini?
D: Ada sih, proyek yang kliennya sibuk banget. Mungkin kamu tau sendiri juga kan kalau bikin proyek harus tau requirements-nya apa aja sih yang harus kita bikin. Dan specifically API-nya harus behave seperti apa, kodenya harus kayak gimana kalau ada kasus ini, atau kalau ada error ini mau kayak gimana. Tapi kadang mereka sibuk banget, mereka nggak ngasih kita waktu untuk mendiskusikan sama mereka kasus-kasus ini atau requirements ini. Jadi kadang-kadang kita yang bikin terus kita suggest mereka terus mereka approve. Terus di akhir-akhir mereka bingung, loh kalo yang kayak gini kok kayak gimana ya atau ada requirement yang missing. Tapi gimana ya kan mereka nggak kasih tau dari awal.
K: Komunikasinya perlu dilancarkan dari awal lah ya.
D: Harus involve dari awal.
G: Aku penasaran sih *workflow general-*nya gimana sih, dari awal requirement gathering, terus kapan kita bisa bilang requirement gathering-nya selesai terus bisa mulai desain API, intinya normally gimana sih workflow-nya sampe kita bisa bilang bahwa okay, this project is done?
K: Temen-temen mungkin pernah denger agile working? Ada juga yang satu lagi namanya waterfall. Jadi kadang-kadang tergantung kondisinya, kita pilih agile atau waterfall. Kalau waterfall, kita melakukan itu dari desain, build, tes, maintenance, terus selesai. Tapi kalau agile kita melakukan semua tahap itu tapi berulang. Jadi setelah kita udah build dan tes kita masih lihat lagi, requirements-nya apalagi yang kurang? Atau ada nggak sih yang kita ternyata relies, oh harusnya maunya kayak gini. Nah kita balik lagi ke desain, build, dan tes. Mungkin di beberapa proyek yang aku ikutin kita ikutin agile approach. Kadang-kadang klien itu nggak tahu apa yang mereka bener-bener pengenin sebelum mereka ngeliat sesuatu. Jadi lebih gampang untuk awalnya requirements-nya apa aja sih yang kamu bener-bener pengenin. Jadi kita mulai dari situ dulu, habis itu kalau udah bikin something baru kita balik lagi ke desain lagi, ke iterasi selanjutnya. Ini bener-bener yang kamu pengenin nggak? Kalau nggak, apasih yang mau ditambahin atau dikurangin?
G: Pernah nggak kejadian kayak misalnya, udah di-set nih waktunya segini, budgetnya segini, tapi tiba-tiba klien mintanya lebih dari waktu yang lebih lama, atau mungkin butuh budget lebih dan apa sih yang harus dilakukan sebagai konsultan?
D: Itu sering banget, itu kayaknya udah masuk ke dalam darah kita. Menurutku itu kadang terjadi belum tentu kesalahan klien juga sih, dan kadang-kadang belum tentu kesalahan kita juga. Misalnya kita harus bikin sesuatu tapi butuh… VM machine misalnya. Kan kadang-kadang itu perlu submit request ke IT, dan mungkin ya kita nggak boleh request langsung. Kita harus contact seseorang dari klien untuk masukkin request itu, terus mungkin request-nya satu atau dua minggu. Dan itu bisa delay semuanya kan. Atau mungkin dalam actual iteration-nya mereka realize oh mereka mau sesuatu yang baru yang lebih susah atau kadang-kadang kita estimasinya salah dan nggak nyangka ada suatu functionality atau bug yang take much longer to complete. Menurut aku sih itu sesuatu yang kita udah expect dari awal, jadi pas kita bikin timelines atau budget kita udah overestimate, bikin leeway oh ini nih kayanya kita masukkin nih setelah sprint ini, setelah beberapa sprint kita masukkin sprint kecil lagi untuk kelebihan aja kira-kira, atau budget juga kelebihan, overestimate. Tapi kalau misalnya masih kurang juga, ya ada yang namanya change request sih. Jadi kita diskusi lagi sama kliennya, ini nih yang kamu mau, kira-kira budgetnya segini lagi, kira-kira timeline-nya seperti ini, terus baru disetujui lagi, kontraknya diperbaharui.
G: I see. Nah kalo tadi denger ceritanya jadi technology consultant kan dinamis ya, mulai dari project-nya berubah-ubah, tantangannya juga banyak banget. Nah kira-kira skillset apa sih yang dibutuhin apabila seseorang ingin jadi technology consultant yang successful?
D: Hmm… menurut aku, flexibility itu penting. Karena kadang-kadang misalnya… salah satu proyek dulu pernah, tiba-tiba dapet panggilan dari manajer, semua orang harus kumpul dalam satu ruangan, terus ada pengumuman proyek kita beres dalam hari itu juga. Padahal banyak colleagues dari India, kayak lebih dari 10 orang, dateng jauh-jauh ke UK karena mereka kira bakal di sini untuk sebulan. Eh ternyata proyeknya udah beres, harus pulang. Atau kadang-kadang ada juga misalnya lagi nggak ada proyek, udah kelar proyek terus mesti nunggu proyek berikutnya. Kadang hari Friday dikasihtau “oh Monday harus mulai di sini, kamu harus beli tiket langsung untuk pergi ke sana” dan bagi beberapa orang itu mungkin sesuatu yang nggak biasa kan, harus bisa atau harus fleksibel jadi flexibility itu penting sih. Terutama kalau misalnya harus bekerja sama not only your team members, tapi juga client.
K: Aku jadi penasaran deh, how big is your team actually? Is it tergantung sama proyeknya atau gimana?
D: Tergantung proyeknya banget. Tapi untuk API development kita lumayan efficient sih karena kita pake program seperti MuleSoft atau Dell Boomi, udah banyak steps yang di-automate sama mereka, jadi kita nggak perlu bikin dari scratch. Jadi timnya **lumayan kecil, sekarang tim aku lima developer untuk bikin antara 15-20 API dalam waktu 6 bulan, 7 bulan.
K: Oke, dan kalau Deloitte itu sendiri itu cuma ada di Ireland atau emang multinational?
D: Multinational sih, kita bagian dari Deloitte UK, nggak tau deh berapa stafnya tapi kita bagian dari Deloitte UK dan Deloitte UK juga bagian dari Deloitte North, South Europe jadi kadang-kadang kita berkolaborasi sama Deloitte dari negara-negara di Europe. Contohnya sekarang aku kerja sama colleagues dari Portugal, terus sebelumnya pernah kerja sama colleagues dari Romania, US, India, dll.
K: I see, tapi itu kerjanya dari base-nya masing-masing? Dari *home base-*nya masing-masing?
D: Tergantung, ada beberapa proyek yang kamu harus di klien dari Senin sampe Kamis. Jadi mau nggak mau… kita udah tau sih dari pas kita daftar kerja, udah dikasihtau kalau kamu bakal sering travel. Jadi semua orang bakal travel. Atau ada proyek lain yang oh dua minggu sekali aja atau sebulan sekali aja pergi ke klien, tapi di Deloitte banyak remote working opportunities sih. Jadi kalau misalnya ada colleague aku yang baru melahirkan, jadi kan nggak bisa sering-sering pergi. Jadi emang diperbolehkan, yaudah kamu nggak apa-apa nggak usah sering-sering ke klien, palingan sebulan sekali untuk nunjukkin mukalah istilahnya. Kan kalau misalnya kerja sama klien bedalah kalau ketemu langsung sama cuma Skype call gitu. Jadi tuntutan travel sebenarnya meskipun ada ekspektasi untuk selalu travel, tapi kadang-kadang nggak apa-apa juga kalau emang prefer remote.
K: I see, oke, ini kan udah ngomongin tentang kerjanya sebagai technology consultant ya. Kita agak melipir sedikit bahas yang lain tentang public speaking. Karena aku sendiri pertama tahu Desy dari Twitter. Kayaknya ada conference apa gitu terus aku liat wah ada pembicara dari Indonesia nih. Akhirnya aku follow di Twitter dan dari situ taunya gitu, dari public speaking-nya Desy, bukan dari professional job-nya duluan malah. Jadi biasanya emang kamu public speaking dari dulu atau gimana sih awal mulanya terjun ke dunia itu?
D: Hmm, awalnya dari meetup juga sih. Buat temen-temen meetup itu, bukan dating website, meetup adalah sebuah website tempat ada beberapa grup-grup dengan multiple interests, nggak cuma teknologi, ada juga grup untuk orang-orang yang suka hiking, atau orang-orang yang suka main gitar, dan di London dulu pas aku tinggal di London banyak banget grup teknologi untuk macem-macem specific technology atau kayak event women in tech, jadi aku dulu sering banget ke meetup. Terus ada salah satu meetup untuk public speaking, terus penasaran aja, pengen nyobain kayak gimana sih. Terus orang-orangnya pada welcoming banget terus environment-nya friendly, jadi ngerasa public speaking itu tuh sebenarnya nggak ngeri-ngeri banget kok. Dan dibandingin dulu kalau dulu di sekolah kan, gimana ya, nggak tau ya kalian di sekolah kaya gimana, tapi dulu di sekolah aku tuh banyak banget presentasi tapi nggak pernah diajarin presentation skills itu harus kayak gimana, atau gimana sih cara bagi tugas. Kadang-kadang grup kelompok kan satu orang doang yang presentasi, nah itu karena dia beneran mau, atau beneran dia bagus, atau cuma karena terpaksa? Kayaknya aku nggak pernah gitu bener-bener enjoy presentasi di sekolah dulu. Jadi nyobain public speaking meetup beda banget pengalamannya dan nervous sih tapi seneng gitu bisa sharing experience atau knowledge sama orang-orang lain. That’s what I like about it.
K: Oke… terus, yang paling kamu sukai dari public speaking selain sharing apa yang kamu tau, sharing experience atau sharing knowledge, selain itu apalagi sih? Ada nggak?
D: Seru juga sih ketemu orang-orang baru, karena kadang-kadang di bidang integrasi atau API development pengen juga gitu belajar, oh orang-orang lain di perusahaan lain tuh melakukannya gimana sih, apakah approachnya sama? Apa sih yang mereka pakai? Terus kadang-kadang when I speak at conferences kadang-kadang audience-nya ada nanya pertanyaan yang nggak pernah aku pikirkan sebelumnya, atau mereka sharing approach mereka yang completely different dan very interesting. So… I really like that part and being able to exchange knowledge with different people from different companies and different countries itu merupakan sebuah learning opportunity yang mungkin aku nggak pernah bisa nemuin kalau nggak pernah pergi ke conference atau kalau nggak ngomong di conference.
K: Terus selama ini yang paling berkesan pas ikut conference apa sih? Yang masih inget sampai sekarang?
D: Mungkin salah satu yang terakhir sih, kalau temen-temen pernah denger Women Techmakers itu merupakan salah satu inisiatif dari Google untuk gender diversity. Jadi ada beberapa grup di macem-macem kota di seluruh Eropa terus ada conference specifically untuk Women Techmakers organizer, jadi kita pergi ke situ dan bener-bener conference yang inspiring dan aku… I ran a session about improv, improvisasi, jadi ada beberapa games dan a little bit of… just letting ourselves go and being a bit silly, being crazy… it was really fun, terus abis itu orang-orang pada bilang, mereka tuh enjoy banget dan mereka banyak ketemu temen baru dari session dan I really like that, I’m really happy that people were able to mingle with each other and network in a fun way.
K: Itu Desy di situ sebagai speaker aja atau organizer juga?
D: Dua-duanya.
K: So you actually came up with the theme untuk bikin itu lebih fun gitu ya?
D: Iya.
K: Terus kan karena Desy udah sering ikut conference juga. udah sering dong ngeliat talk dari orang-orang lain. Kira-kira yang menurut Desy paling menarik dari semua tech talk itu yang kayak gimana sih?
D: Yang paling aku enjoy dari dengerin tech talk itu belum tentu talk tentang topik yang udah aku pahamin. Tapi kalau speaker-nya dari awal udah ngejelasin konteks dan bikin itu relevan ke audience, misalnya mereka ngasih contoh yang mereka bisa pahamin dari awal terus kita mikir, hmm bener juga kayak gimana yah? Jadi bikin audience-nya penasaran dari awal terus mereka ngejelasin “ini loh solusinya” atau “ini loh yang kita pernah coba” atau “ini loh hal-hal yang kamu perlu perhatiin”. Itu kan bikin kita mikir, jadinya oh meskipun aku nggak pake teknologi ini di sehari-hari, tapi ini sebenarnya interesting juga ya. Atau kita jadi belajar juga mengenai tim lain di perusahaan kita yang ngerjain hal-hal ini, oh ini toh yang mereka lakukan. Gitu.
K: Terus ada speaker yang kamu jadiin role model atau talk-nya itu kamu selalu suka deh kalau dia yang bawain? Ada nggak?
D: Ada seseorang yang pernah aku ketemu beberapa kali, namanya Claire Wilgar. Dia juga dari Belfast, Northern Ireland. Dan Claire itu seseorang yang passionate banget mengenai frontend. Dia pernah ngasih talk mengenai accessibility, jadi gimana sih kita bikin website yang accessible untuk orang-orang yang ada disabilitas atau bahkan untuk kita sehari-hari, apa sih yang bikin website itu gampang untuk dipake? Dan itu cuma salah satu dari talk dia, banyak banget talk-talk dia yang lain mengenai frontend yang sangat menarik meskipun aku nggak bekerja di daerah frontend. Dan dia selalu bisa explain in a way that’s very interesting for everyone dan very inclusive. So I really like her.
G: Aku mau nambahin aja sih, aku setuju konteks tuh penting banget, buat aku pribadi aku setuju konteks itu penting ketika seorang speaker ngasih talk, kadang-kadang kalo langsung ngasih istilah atau jargon atau apa gitu kan kadang-kadang kita suka nggak kebayang gitu nggak sih… why do we have to care about all these terms? Kayak tadi dibilang cara penyampaiannya interesting, terus dikasih juga konteksnya dengan jelas regardless audience-nya siapa jadi gampang aja relate-nya gitu meskipun misalnya aku nggak punya experience di frontend, tapi kalau dikasihtau konteksnya bener juga, ternyata that makes sense. Terus aku pengen nanya ini sih, ada hubungannya juga sama public speaking, kan Desy belum lama ini bikin public speaking group ya di Belfast? Nah bisa diceritain nggak public speaking group ini apa sih, awal mulanya kenapa Desy bikin ini, kegiatannya apa…
D: Ini related lagi sih sama cerita yang tadi, karena dulu aku sering pergi ke meetup untuk public speaking di London dan itu informal banget. Kalo misalnya teman-teman pernah denger ada grup lain yang namanya Toastmasters. Tapi menurutku sih itu formal banget dan kadang-kadang intimidating kalau kita baru mulai public speaking dan pengen belajar dan takut nervous gitu. Jadi aku pengen menyediakan sebuah forum untuk orang-orang yangmungkin kurang confident atau takut atau nggak suka jadi center of attention, tapi pengen gitu untuk nyobain gimana sih rasanya kalau dikasih space untuk just talk about something that they are passionate about, it doesn’t have to be serious, it doesn’t have to be… I don’t know… educational, tapi bisa membantu mereka untuk menghilangkan perasaan nervous itu. Jadi grup ini sangat friendly dan suportif. What we do is impromptu public speaking, jadi mereka nggak perlu prepare in advance, nggak perlu prepare nulis speech dua lembar, yang penting dateng aja, nanti kita kasih kamu topik. Contohnya coklat. Just speak about it for two minutes, dan mereka free to interpret the topic in any way they want. Jadi misalnya mereka suka cokelat, mereka bisa ngomongin oh cokelat yang aku suka tuh ini karena ini and I would recommend it… atau misalnya mereka nggak suka cokelat atau alergi ke cokelat, mereka bisa bilang oh cokelat itu nggak bagus untuk kesehatan atau nggak bagus untuk gigi dll. Atau mungkin mereka expert di bidang cokelat, jadi mereka bisa ngasih tau ini loh *history-*nya kaya gini, dibikinnya caranya kayak gini, asalnya dari mana… jadi bener-bener personal dan terserah mereka, yang penting mereka bisa di depan beberapa orang, karena kita grupnya kecil kan, biasanya antara 8-15 orang, jadi ada kok audience-nya tapi nggak terlalu banyak jadi nggak terlalu menakutkan. Just get up in front of everyone and speak.
G: Berarti itu nggak harus tech speaker ya, maksudnya bisa bener-bener siapapun regardless background-nya apa, job-nya apa?
D: Iya, grupnya terbuka untuk siapa aja, nggak spesifik untuk tech. Karena Belfast lumayan kecil sih kotanya, terakhir populasi nggak nyampe 300.000 orang, jadi untuk bikin yang tech-specific market-nya terlalu kecil, apalagi, maaf ya, apalagi untuk perempuan. Karena banyak banget perempuan di sini, perempuan di bidang teknologi, yang bener-bener pinter dan bener-bener talented, tapi kadang-kadang mereka merasa takut, mereka merasa aduh, aku tuh kurang berani, atau aku tuh masih baru, atau… banyaklah alasan-alasan yang lainnya. Tapi kalau kita encourage mereka dikit, coba aja dong speak di meetup kita atau konferensi kita yang berikutnya, pasti mereka tuh bisa, dan kita tuh pengen banget belajar dari mereka. Perlu di-nudge dikit aja kadang-kadang. Tapi masih susah.
K: Aku penasaran sih, kalau dari Desy sendiri ada nggak tips and tricks untuk bisa public speaking dengan baik, itu gimana sih caranya?
D: Mulai dari mana ya… menurut aku sih, kalau misalnya kamu belum pernah, cari aja forum untuk latihan. Karena banyak banget resources di luar sana kayak video, atau tips, artikel bisa kamu baca. Tapi kalau kamu nggak pernah latihan, itu beda. Beda banget. Karena kalau actually standing up in a room full of audience itu tuh beda dengan kamu latian cuma di depan kaca. Jadi aku bener-bener rekomen sih untuk cari forum untuk public speaking. Mungkin itu Toastmasters atau grup-grup lain atau lokal yang bisa kalian temui. Atau start a new group. Just like the group that I’m running. Anyway, iya… latihan aja untuk menghilangkan rasa takut. Karena kadang-kadang, menurut aku, public speaking itu sama aja kok kayak ngobrol sama temen-temen kita. Sama aja kayak aku sekarang ngobrol sama Kiki sama Galuh, eh tapi ternyata banyak juga orang-orang yang dengerin podcast kita. Jadi kalau kamu bisa rileks, ngomong di depan orang lain, itu akan membuat public speaking jauh lebih gampang.
K: Practice berarti ya. Iya menurut aku sih sebenernya practice yang paling penting. Karena dulu juga aku berpikir public speaking is not for me, tapi setelah beberapa kali mencoba, menurut aku kuncinya adalah latihan sih emang. Terus menerus gitu. Soalnya kalau orang lain pikirin itu mungkin liatnya kaya wah dia udah sering banget ngomong, jadi ya pinter gitu pas *public speaking-*nya. Ya emang harus kaya gitu, harus dipersiapkan dan dilatih terus gitu.
G: Sama ini sih, sering beberapa orang pernah ada yang nanya sama aku kayak, mereka tertarik public speaking, tapi kadang mereka nggak tau nyari topiknya gimana. Like they want to speak but they don’t have any idea. Kalau Desy sendiri dapet ide tentang topik-topik yang diomongin saat public speaking dari mana sih inspirasinya?
D: Menurut aku tergantung sih. Again, balik ke pembicaraan yang sebelumnya, banyak wanita di bidang teknologi yang sebenernya mereka tuh pinter dan pasti mereka ada sesuatu yang bisa mereka omongin. Tapi kita merasa takut, kayak, aduh I don’t know everything, gimana kalau nanti ada yang nanya pertanyaannya aku gak bisa jawab, atau aduh gimana ya kalau misalnya ada orang yang lebih pinter dari aku di audiensnya. Tapi sebenernya orang-orang yang sekarang udah speaking at conferences di seluruh dunia juga mereka nggak tau semuanya kok. Mereka bukan 100% expert, mereka juga masih belajar. Jadi, pasti ada kok topik yang kamu bisa ngomong di sebuah conference atau bahkan di sebuah meetup. Tips yang aku dapet dari… maaf aku lupa namanya, tapi tips yang aku dapet dari seseorang adalah, ada tiga cara untuk finding a topic. Yang pertama, find something you’re really passionate about. Mungkin sesuatu yang kamu kerjakan di job kamu, atau di luar pekerjaan. Nomor dua, find something you really hate, for example kalau misalnya kamu pake git terus team members kalian pada nggak tau cara pake git, itu kan sesuatu yang “aduh gimana nih orang pada nggak bisa”. Jadi kalau kamu kesel dan pengen orang-orang tau caranya, kamu ngomong di conferences atau di meetup, mengenai how to do it properly. Terus nomor tiga, find something yang kamu pengen belajar lebih lanjut. Karena kalau kamu ngomong di conference pasti dong kamu bakal research topik lebih lanjut. Dan itu opportunity buat kamu untuk belajar sesuatu yang emang kamu pengen pelajarin.
K: Dari tadi kan kita ngomonginnya cewek-cewek ya, apalagi cewek jarang ngomong di conference gitu apalagi *technology conferenc*e. Dan aku juga tau Desy juga sangat concerned dengan topik diversity. Kalau nggak salah punya kayak network juga atau komunitas juga namanya Women in Indonesia Career Network. Bisa diceritain sedikit nggak itu apa sih?
D: Jadi Women in Indonesia Career Network ini awalnya dari beberapa temen aku yang punya ide, kenapa sih nggak banyak perempuan Indonesia yang kerja di UK? Karena pas mereka lulus kuliah, bingung nanya-nanya siapa, atau bingung gimana sih cara daftarnya. Apalagi ada urusan visa kan, jadi untuk beberapa orang nggak gampang atau harus tau bahwa kalau mau daftar kerja harus satu tahun sebelum kelulusan. Dulu juga pas aku lulus nggak banyak orang-orang Indonesia yang udah kerja di UK. Jadi nggak tau mau ke mana atau ngerasa aduh apa aku kurang pinter atau aku kurang hebat gitu untuk bisa kerja di sini. Tapi itu yang pengen kita hapuskan. Kita pengen temen-temen kita yang sedang kuliah di UK untuk terinspirasi, “kamu juga bisa kok” untuk nyari kerja di UK. Dan ini loh… this is what it’s like to work in the UK. Industry-nya macem-macem jadi kita bisa sharing experience, tips and tricks dan juga bikin network untuk wanita-wanita Indonesia yang sekarang kerja di UK. Karena emang dikit banget sih orang Indonesia yang kerja di UK. Kadang-kadang pengen juga dong biar bisa networking sama orang-orang Indonesia yang lain.
K: Kalau sekarang sendiri itu ada berapa orang?
D: Di WIN biasanya yang dateng ke event kita ada sekitar 10-20 orang.
K: Banyak juga. Itu termasuk sedikit ya?
D: Menurut aku sedikit sih untuk orang Indonesia yang perempuan.
K: Itu berarti untuk anggotanya yang udah kerja di UK, atau peserta yang masih kuliah, yang masih nyari?
D: Event-event kita terbuka untuk semuanya kok. Bahkan terbuka juga untuk cowok-cowok boleh dateng juga ke acara kita, karena kita juga pengen sharing kan, ini loh role model wanita-wanita Indonesia yang keren-keren.
K: Banyak nggak sih?
D: Banyak kok orang-orang yang keren-keren di sini. Contohnya ada temen aku namanya Kak Dorothy Ferary, dia seorang lecturer dan researcher di salah satu universitas di London. Dan dia sekarang juga banyak banget teaching, not only di universitasnya dia tapi dia juga ngajar bahasa Indonesia di KBRI. Dia pernah bikin sesuatu workshop di acara WIN dan bener-bener inspiring bangetlah, bener-bener engaging. I really like her style, dia tuh full of energy, jadi kalo kamu ketemu sama Kak Dorothy itu selalu aja dia smiling, bikin kamu happy, terus kalau misalnya ngajar workshop juga bener-bener jelas yang bikin kita tertarik di topik yang diajarin. I really like her. I really want to be someone like her.
K: Jadi salah satu role model juga.
D: Iya, definitely.
G: Aku mau nanya ini sih, Desy kan berarti kegiatannya banyak banget kan mulai dari day to day job, kemudian involve juga di komunitas, public speaking juga. Gimana sih cara bagi waktunya?
D: Kadang-kadang nggak bisa bagi waktu. Menurut aku sih… menurut aku sih yang penting kamu tau apa sih yang paling penting, apa sih yang kamu harus bener-bener fokus, apa sih yang kamu bisa delegate ke colleagues yang lain. Karena dulu pas awal-awal aku tuh suka banget ngerjain sendiri gitu. Jadi kadang-kadang ada beberapa tasks yang I’ll do it because I want to do it, sometimes because I don’t trust other people juga. Tapi itu kan nggak bagus. Karena kita nggak ngasih temen-temen kita opportunity untuk belajar kalau semuanya kita yang ngerjain. Jadi kalau misalnya di komunitas atau di tim-tim gitu what I’m trying to do is share the workload sama temen-temen yang lain, jadi kita bisa trust each other, dan juga exchange ideas. Karena kadang-kadang working with other people hasilnya lebih bagus kan. Jadi kalau misalnya lagi organizing event atau bikin blog post, definitely work with your friends or your colleagues to share the workload. Terus kalau misalnya ada sesuatu yang kamu bener-bener harus kerjain dari berbagai komunitas dan deadline-nya semuanya mepet-mepet, balik lagi sih prioritas. Apakah ada yang kamu bisa kerjain? Misalnya pagi-pagi atau during lunch break atau sesudah kerja atau semuanya harus weekend… dan kadang-kadang aku suka banget sih pergi ke event-event gitu. Jadi misalnya pernah kerja bukannya ngerjain itu malah pergi ke community event, pergi ke teater. Tapi that’s important as well, right? Karena nggak bisa kalau semua yang kamu lakukan kerja kerja kerja, you never take care of yourself, yang ada stress. Jadi penting juga sih untuk bagi waktu untuk sesuatu yang kamu enjoy, untuk have fun, untuk hang out sama temen-temen. Nanti kalau udah balik kan udah fresh, jadi besoknya nggak apa-apa lah ngerjain tugas lagi.
K: Aku jadi penasaran Desy selain fokus di bidang tech ada hobi lain nggak?
D: I do improv, improvisasi, jadi kayak drama gitu tapi nggak ada skripnya. Jadi aku mulai training improv dari November tahun lalu, sampai sekarang, jadi udah sembilan bulan. Di grup aku, namanya Hot Hot Bloom Bloom, kita perform sekitar sembilan orang. Jadi kita datang ke stage terus kita minta suggestion dari audience, bisa location atau emotion, atau profession, terus ya udah kita acting aja berdasarkan suggestion dari audience.
G: Bener-bener on the spot even nggak ada lima menit buat rembukan, eh kita mau ngapain gitu? Bener-bener on the spot gitu ya?
D: Iya bener-bener on the spot. Misalnya suggestion-nya, I don’t know, volleyball. Terus aku mungkin pengennya oh ayo kita main voli. Terus mungkin temen aku pengen jualan volleyball. Nah ya udah deh bikin aja scene dari dua orang yang punya dua ide berbeda, gimana nih.
K: Kalau role-nya gitu gimana?
D: Ya kita bikin-bikin sendiri dan kita harus figure out scene partner kita itu siapa.
K: Wow seru ya. Itu biasanya berapa lama?
D: Tergantung, ada yang namanya short form, jadi misalnya scene-nya cuma dua tiga lima menit, ada yang namanya long form bisa sampai 25 menit atau bahkan 1 jam.
G: Pengalaman Desy dari improv itu ada pengaruhnya ke public speaking kah, misalnya *public speaking-*nya jadi lebih oke atau lebih lancar karena udah terlatih secara nggak langsung di improv untuk improvisasi?
D: Iya jauh banget sih, soalnya improv itu membutuhkan beberapa skill yang salah satunya harus comfortable kalau misalnya apa yang kita planning nggak sesuai. Salah satu skill dari improv itu, kita harus comfortable kalau apa yang kita pengenin tidak terjadi. Karena kadang-kadang ada suggestion, kayak itu tadi, misalnya ada suggestion volleyball, terus aku pengennya, oh aku pengennya ceritanya kayak gini, tapi scene partner aku punya ide yang berbeda, dan itu tuh nggak terjadi. Tapi aku tetep harus jalanin dong, harus tetep bikin scene yang seru untuk ditonton. Nah, kadang-kadang kan public speaking juga kayak gitu. Aku udah latihan, harus ngomong ini, aduh lupa ternyata ngomong ini. Terus udah ke slide selanjutnya. Terus kadang-kadang, aku pernah juga kan kayak gitu, terus jadi nervous, jadinya di akhir-akhir presentasi jadi kurang semangat. Nah tapi kalau misalnya kita comfortable dengan itu, ya udahlah gak apa-apa. Kalo misalnya ada tambahan informasi kan mungkin nanti akan ada yang nanya pertanyaan itu, atau bisa aja post di Twitter. Nggak apa-apa kalo ada salah, atau nggak apa-apa nggak sesuai dengan planning. Dan membantu juga untuk kalau ada yang nanya pertanyaan dan itu sesuatu yang belum aku prepare, jadi lebih cepat tanggap.
G: Ini ada nyambung juga nggak sih dengan skill yang dibutuhkan sebagai technology consultant tadi, kayak yang harus fleksibel? Secara nggak langsung berarti mirip-mirip juga ya?
D: Banget sih. Improv sangat membantu untuk communication, especially kalo client nanya sesuatu yang kita belum prepare. Bukan berarti kita harus buat-buat jawabannya, tapi kita harus siap jawaban yang tegas dan nggak ketauan kalau kita belum research. Jadi kita bilang aja, oh that’s a good point, oh dulu sih kita pernah ada situasi seperti ini, gini gini, tapi nanti kita research dulu and I’ll come back to you. Jadi bener-bener bikin lebih confident sih.
K: Seru ya. Kayanya aku belum pernah denger ada hal-hal kayak gitu di Indonesia sih.
D: Iya, karena aku balik ke Indonesia kan bulan Februari tahun ini, terus nyari-nyari ada nggak ya improv show di Indo, pengen nonton, tapi nggak ada. Tapi stand up sekarang lagi growing juga sih di Indonesia. Jadi mungkin hopefully somebody will start improv di Indo.
K: Tapi kalo stand up kan ada *script-*nya?
D: Iya beda.
K: Okay interesting. Oke, terus, selanjutnya apa nih planning Desy ke depan? Ada rencana dalam waktu dekat ini, ada sesuatu yang menarik nggak?
D: Belum ada sih, masih enjoy pekerjaan yang sekarang dan enjoy komunitas-komunitas yang sekarang. Pengen fokus di public speaking group The SPUDS, karena member kita sekarang udah lumayan growing, jadi pengen bikin grup ini lebih… ya pengen bikin grup ini yang terbaik untuk mereka. Hopefully juga masih terlibat di grup-grup women in tech di Belfast dan WIN Career Network.
K: Oke deh. Good luck ya untuk semuanya ya…
D: Thank you banget!
K: Banyak banget kegiatannya, keren banget.
D: Tapi seru, I like it. So… I enjoy doing it.
K: Thank you so much ya Desy udah mau kita ajakin ngobrol-ngobrol. Jangan kapok-kapok kalau di masa depan ada project yang ingin di-sharing, kasih tau aja.
D: Thank you, thank you for having me, and thank you everyone for listening.